Amerta

Di dalam sunyi senja yang meranggas, angin perlahan menari membelai rambutku. Langit berlapis warna jingga, seolah memerah jauh di ufuk yang tak bertepi. Hatiku terjalin dalam benang-benang rindu yang tak berujung, menciptakan irama getar di dalam dadaku. Aku merindukanmu, sebagaimana kembang melati yang menanti sang dewa malam datang, membelai harumnya dengan lembut.

Contoh cerpen romansa

Dalam malam yang bersembunyi di balik tirai kegelapan, ada pesona magis yang terbangun. Bintang-bintang berkelap-kelip di langit gelap, menyisipkan harapan-harapan yang terperangkap di dalam hati manusia. Angin malam bergelayut dengan lembut, mengusap rambut dengan sentuhan yang membawa pesan rahasia dari alam semesta. Dalam keheningan yang penuh misteri, waktu melambat, memberi kesempatan bagi jiwa yang lelah untuk menari dengan impian dan merangkai benang-benang harapan.

Di kejauhan, langit mulai mengumbar keemasan, memancarkan sinar fajar yang menari-nari di cakrawala. Setiap sayap sang pagi terbang melintasi garis-garis imajinasi yang membelai jiwa yang lelap. Rintik-rintik embun menari di daun-daun, membangunkan alam yang terlelap dan menghadirkan aroma kesejukan yang menari di udara. Dalam pelukan pagi yang menyejukkan, hati manusia terangkat dan mekar seperti bunga yang merekah di hadapan matahari yang baru bangun.

Dalam peralihan malam menjadi pagi, dunia terdiam dalam momen suci kejutan penciptaan yang tak pernah berhenti menakjubkan. Sang mentari, pelukis langit yang tiada tara, menghiasi lukisan alam semesta dengan warna-warna yang tak tergambarkan. Dalam setiap celah sinar yang menerobos, kehidupan memulai babak baru. Dan di balik peralihan malam yang berlalu, ada rasa syukur yang menyala dalam dada, mengalir sebagai nyanyian pujian bagi keindahan pagi yang baru lahir.

Dalam suasana malam yang pelan-pelan menyongsong pagi, ada keajaiban yang tersembunyi di balik tabir kehidupan. Ia melambangkan harapan yang selalu hadir di tengah kegelapan, mengingatkan kita akan keabadian dan keindahan yang terjaga di dalam hati. Seiring fajar yang semakin dekat, jiwaku melambung dan terbang, menyatu dengan semesta yang tak terbatas. Dan di sela-sela waktu yang terus bergerak, ada cerita yang tertulis, menunggu untuk dijalani dalam kisah hidup yang tak terhingga.

Di senja yang masih berbisik, seorang pria menatap ke kejauhan dengan hati yang terhampar luas. Embun pagi membasahi wajahnya, menerawang dalam bayangan waktu yang berayun pelan. Raut wajahnya yang tegar memancarkan kehangatan seakan matahari terbit, menerangi setiap sudut gelap di peron yang sepi.

Tangan-tangannya yang kuat, seakan berpegang pada utuhnya harapan yang tersirat dalam nafas yang dalam. Ia mengecup kertas yang lembut di genggamannya, di sana terukir pesan-pesan cinta yang menyatu dalam nadinya. Dalam jeda keheningan, ia merasakan getaran rindu yang meliuk-liuk di dalam dada, seiring dengan denyutan rel kereta yang semakin dekat.

Lambat-laun, cahaya perlahan menghampiri peron, membelai wajahnya dengan lembut. Sinar matahari pagi yang menerobos celah-celah kaca kereta membentuk bayangan indah di sekelilingnya. Dalam sekuntum harapan yang merekah, pria itu mengalihkan pandangannya ke rel yang tak berujung, menanti suara riuh kedatangan yang semakin dekat.

Di tengah riuhnya stasiun yang ramai, pria itu berdiri dengan kehadiran yang tak tergoyahkan. Seperti pohon yang tegak di antara keramaian kota, dia menunggu dengan sabar. Matanya terpaku pada jendela gerbong kereta yang datang, seperti memandang jauh ke dalam rindu yang telah menghampiri. Detik-detik yang tergantung di udara, seperti melodi yang berdenting dalam keheningan hatinya.

Hingga pandangannya terpaku pada sosok wanita yang selama ini menjadi bahan rindu. Seakan bunga yang mekar di tengah padang gersang, kehadirannya sungguh-sungguh menyinari hati pria itu. Dalam pelukan yang membelai, seulas senyum menghias wajah mereka. Rindu yang membara tercurah dalam sentuhan hangat, mengikat dua jiwa yang telah lama terpisah. Angin pun terdiam, menyaksikan keindahan takdir yang mempertemukan mereka kembali.

Pria itu mengendalikan kemudi motor dengan penuh pesona, seiring angin bermain-main dengan rambutnya yang berkepang tiga. Dia menaklukkan jalanan dengan keberanian, membelah waktu dan ruang dalam setiap revolusi mesin yang berdentum dengan gaharnya. Disertai pasangannya yang mendekap erat pada pinggangnya, mereka menjelajahi asa dan petualangan, membawa jiwa-jiwa mereka melayang bebas di tengah galaksi yang penuh misteri.

“Rasa rinduku belum terbayar,” ucap pria itu. Namanya Dandy.

Wanita di belakangnya mengukir senyum, sembari mengeratkan pelukan pada pinggang pasangan hidupnya. “Bagaimana caraku untuk menebusnya, Dy? Bukankah ciuman dan pelukan hangat di stasiun sudah berhasil menebus semuanya?” balas wanita itu sembari menyandarkan kepala pada pundak Dandy.

“Aku belum puas menatap wajah indahmu, Syar,” ucap Dandy. “Dua tahun bukan waktu yang sebentar. Berteman jarak bersamamu adalah kelemahan diriku”

Syarla-pasangan Dandy-tertawa kecil. “Wajahku akan abadi dalam pikiranmu, Dy. Bahkan Ketika kamu tidak melihatku lagi.”

Embun-embun menari dalam gemerlap mentari, memantulkan kilauan keindahan yang menggetarkan. Burung-burung berbisik dengan riang, menyampaikan lagu-lagu suci yang terukir di balik pesona pagi. Daun-daun bergoyang dalam irama lembut, menari bersama angin pagi yang menyapu hati dengan kata-kata yang tak terucapkan. Sementara itu, Dandy kian memacu motornya membelah jalanan kota.

***

Di balik tirai senja yang memudar, Syarla tampak menari dalam bayang-bayang keabadian. Tubuhnya yang rapuh terpahat dalam lekuk-lekuk kain putih yang berhamburan, menari dalam irama angin yang meniup lembut. Wajahnya yang pucat, terangkat oleh sinar senja yang memancar, menghiasi langit-langit hatinya dengan keanggunan yang tak tergambarkan.

Matanya, dua jendela yang terbelenggu dalam kegelapan, melambangkan keindahan yang terakhir kali memancar dari matahari terbenam. Rambutnya, serupa benang sutra yang lembut, terurai dalam kerlip-kerlip cahaya rembulan yang memantul. Di bibirnya, tersimpan serangkaian kata-kata perpisahan yang membentuk harmoni puisi yang merdu.

Dalam keheningan kamar, Syarla meraih pena dan kertas putih. Sentuhan pena itu seolah menjadi goresan estetika di atas kanvas tak berujung. Dalam setiap goresan, ia menuangkan keheningan yang penuh makna, mengukir kalimat-kalimat kebahagiaan yang tak terlupakan. Surat-surat perpisahan itu terhampar seperti taman-taman bunga yang mekar, memancarkan aroma keabadian di udara.

Syarla memandang surat dengan perasaan yang berdansa, menenggelamkan jiwa dan raganya dalam kata-kata yang bergulir di atas kertas. Ia memadatkan setiap memori indah yang mereka bina bersama, membangun gambaran betapa pasangannya menjadi tiang kokoh dalam tiap pertarungan melawan penyakit kanker yang menerjang. Surat itu menjadi manifestasi kasih yang abadi, walau takdir yang kejam merenggutnya dalam cengkeraman.

Di malam yang membeku, Syarla mengharap kekasihnya menemukan suratnya dengan jiwa terbuka. Ia merindu bahwa melalui catatan itu, cintanya bisa melintasi batas-batas waktu dan menjemput kekasihnya di tengah kelam yang menyelimuti. Meski dirinya bersiap berangkat, ia berdoa agar ikatan cinta yang terjalin tetap tersemat dalam ingatan, mengikat mereka dengan kenangan tak terhapuskan.

Dalam sunyi yang terkulai, surat itu tersembunyi di dekatnya, menjadi saksi bisu perpisahan yang melampaui kata-kata. Surat itu menemukan jalan ke pelukan kekasihnya di pagi yang hening, membawa pesan kasih yang menjangkau ruang dan waktu. Dalam surat itu, perempuan itu meninggalkan jejak-jejak kasih yang tak akan pudar, mengukir kekuatan cinta yang abadi, dan mengingatkan kekasihnya akan keajaiban yang tersimpan di dalam luka yang menganga.

Syarla, dengan keanggunan yang memancar dari kedalaman jiwa, menyerahkan dirinya pada aliran takdir. Meski takdirnya menghancurkan tubuhnya, ia menjulang dengan ketabahan dan keindahan yang tak terperikan. Di dalam kegelapan, ia bercahaya seperti bintang terakhir di langit malam yang kelam.

***

Matahari pagi tampak terbit di ufuk timur. Udara pagi berhembus sejuk, melingkupi bumi dengan kelembutan yang meremajakan jiwa yang terhempas. Burung-burung menyapa langit dengan nyanyian yang menciptakan orkestra alam yang mempesona

Dalam pagi yang masih menggemaskan, Dandy berjalan mendekati pintu kamar Syarla. Semalam dia tidur di ruang tamu, efek menonton piala dunia. Dandy mengetuk pintu kayu berulang kali dengan lembut, sembari berharap akan mendengar dentingan yang menghentak keheningan. Namun angan tak terbalas, tiada suara yang menyapa dari dalam kamar. Hati Dandy mendadak gelisah, sungguh ketakutan akan segala kemungkinan di balik pintu yang terkunci.

Sepersekon kemudian, dengan perasaan panik, ia membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Di dalam kamar yang senyap dan redup, Dandy menghampiri ranjang tempat kekasihnya terhampar rapuh. Cahaya samar yang menembus celah jendela mengelilingi wajahnya yang duka. Pandangan matanya, yang dulu memancarkan kehangatan, kini ditelan oleh lautan kesedihan yang tak terhingga. Ia meraih tangan yang semakin lemah, mencoba menggenggam erat sebelum kehangatannya menghilang begitu saja.

Di ruangan itu, hampa mengiris ke dalam dada. Dengung jam dinding menggelegar seakan mengingatkan tentang kekejaman waktu yang tak terbendung. Pria itu terperangkap dalam momen menyedihkan, tanpa kata-kata yang sanggup melukiskan rindu yang menjalar dalam jiwa. Wajahnya diselimuti oleh bayangan kenangan penuh makna, saat mereka mengarungi kehidupan dengan tawa, canda, dan impian yang menjalin.

Melihat kekasihnya terbaring rapuh, Dandy merasakan getaran kekosongan menggema dalam raganya. Ada kelemahan yang menguasai, tak mampu memperlambat waktu yang berlalu dengan cepat. Dalam hatinya, terhanyut kerinduan tak tergambarkan, ingin melindungi dan mempertahankan hidup yang semakin memudar.

Dalam dekap lembut pada dahinya yang kedinginan, Dandy meluapkan cinta yang mendalam. Suaranya melantun dengan kelembutan, mengulang kenangan-kenangan indah yang mereka jalani, dan berikrar untuk menyimpannya selamanya. Tetes-tetes air mata jatuh tanpa suara, melukis penderitaan yang tak terungkapkan.

Dalam bilik hening, Dandy menemukan surat yang terpilin dan rapuh, menjadi peninggalan keabadian yang tersembunyi. Tinta yang tercurah di atas pergamen mengalir dengan kelembutan, mengisahkan cerita cinta yang melebihi batas waktu. Setiap kalimat yang terjalin membawa hangatnya sentuhan yang tak terpadamkan, menggugah nurani yang menghanyutkan jiwa sang pria.

Surat itu menjadi jendela surga, menghubungkan Dandy dengan Syarla yang kini menyatu dengan angin dan bintang. Ketika ia memetik kata demi kata yang tertulis, ia mampu merasakan bisikan perempuan itu bergetar di dalam hatinya, menghidupkan kenangan-kenangan yang mengalir manis dalam ingatannya. Setiap rangkaian kata-kata yang melambung menghasilkan melodi asmara yang abadi, membelai pria itu dengan getar rindu yang tak terungkap.

Menyentuh surat itu dalam genggaman, Dandy merasakan getaran emosi yang memenuhi ruang dalam sanubari. Air mata tak terbendung meresap, merangkai cerita dalam tinta yang telah mencatat kisah cinta mereka. Dalam pagi yang bisu, ia merenungi pesan yang tertulis dengan hati yang bergetar, mengimajinasikan tawa dan bisikan yang tak akan pernah ia lupakan. Dalam tipografi yang bergemuruh di hadapannya, ia menemukan keberanian dan penghiburan untuk meneruskan perjalanan, membawa beban cinta mereka ke puncak kehidupan.

Di alam yang sunyi, surat itu menjadi portal yang menghubungkan Dandy dengan dunia mimpi Syarla yang telah melepaskan raganya. Setiap aksara dan baris membentuk paduan seirama dengan napas yang ia tarik. Melalui surat itu, Dandy merasakan ikatan dan kehangatan pasangannya yang melingkupi, memberi kekuatan untuk menjalani perjalanan tak terbatas, membawa surat itu sebagai panji yang memberi petunjuk dan inspirasi di setiap langkahnya.

Di dalam kamar yang terpenuhi kedukaan, Dandy merasakan kehilangan yang tak terlukiskan. Ia mencengkram tangan yang kedinginan, berusaha mencerna realitas yang tak terelakkan. Dalam lubuk hatinya, ia merasakan kekosongan yang tumbuh seiring perpisahan yang tak terhindarkan. Pada momen itu, doanya terucap, berharap Syarla menemukan kedamaian abadi dan ia mendapatkan kekuatan untuk melanjutkan hidup dengan kenangan-kenangan indah yang terpatri dalam jiwanya.


Aku merindukan senyummu, yang mampu menerangi setiap ruang gelap dalam jiwa ini. Matahari terbenam pun tak mampu menghalau kerinduan yang membara, membelai dinding-dinding hatiku yang hampa. Di setiap hembusan angin, aku merasakan engkau hadir di sisi, seakan memberi kecupan lembut pada pipi yang kedinginan. Kerinduan mengalir dalam denyut nadiku, membentuk sajak-sajak rindu yang terukir indah dalam lirik hati.


 *-TAMAT-*


Baca juga: Putik

Baca juga: Benang Sari


WARNING!

Menciptakan sebuah karya adalah hal yang melelahkan. Dibutuhkan imajinasi dan keahlian yang terkadang menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Dimohon untuk menghidupkan rasa kemanusiaan yang tersimpan di dalam diri agar tidak mengcopy dan menjiplak apapun tanpa izin dari penulis. Mari bersama-sama mendukung ekosistem kepenulisan yang baik di tanah air. Terimakasih.

TTD

Van Raja

 


 


 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selumbari untuk Lusa

Anak F

Nyanyian Lampu Merah

Kotak Langganan Email

Nama

Email *

Pesan *