Putik

Contoh cerpen romansa

Sang surya terbit perlahan dari balik pegunungan, memancarkan sinar jingga keemasan yang menerangi langit. Tepat di bawah sumber energi utama planet bumi itu, terhampar danau biru yang tenang. Airnya bergoyang pelan, dihembus angin sepoi-sepoi dari pegunungan. Tak jauh dari danau, terbentang hamparan ladang hijau yang begitu luas. Pinggirannya dikelilingi deretan pegunungan tinggi, yang ujungnya tertutup awan putih nan lembut.

Pagi hari di pedesaan selalu terasa segar dan damai. Suara burung bernyanyi ditemani hembusan angin yang sejuk, menyapa setiap orang yang bangun dari tidur mereka. Seiring dengan matahari yang mulai terbit dari balik bukit, terlihat jelas keindahan alam yang dimiliki pedesaan. Hutan hijau beserta perbukitan tampak makin jelas, dengan sinar matahari pagi yang memancar. Bunga-bunga liar dan padang rumput yang hijau memberikan kesan alam yang masih alami dan asri.

Orang-orang pedesaan sudah memulai beraktivitas dari pagi hari. Beberapa petani sudah mulai pergi ke ladang dan menyiapkan alat-alat pertanian mereka. Mereka melakukan pekerjaan sepanjang hari, menghasilkan panen yang melimpah. Sementara itu, beberapa orang berjalan gontai menuju sungai hendak mandi dan mencuci pakaian mereka. Sambil berbicara dan tertawa, mereka menikmati pagi yang indah dan menyenangkan.

Pada sisi tengah ladang, berjejer pepohonan besar yang memberikan bayangan sejuk bagi petani yang bekerja di bawahnya. Petani-petani itu tampak asyik membajak ladang dengan cangkul, ada pula menggunakan kerbau dengan duduk di atasnya. Tubuh mereka tegap dan kuat, meski usianya sudah lanjut. Keringat bercucuran di wajahnya, namun dia tidak terlihat lelah. Setiap kali sapi kesayangannya melangkah maju, dia mengeluarkan suara riang, seperti memberikan semangat pada sapi itu untuk terus maju.

Dari barisan pematang sawah yang sempit, tampak seorang perempuan berambut panjang tengah berjalan gontai menapak jejak. Wajahnya yang manis khas bunga desa memancarkan sinar kecantikan. Terlihat berseri-seri meskipun tertimpa terik sang surya. Helaian rambutnya gelap dan lembut, selalu tergerai di belakang punggungnya dengan indah. Pakaiannya yang sederhana menampilkan keanggunan tubuhnya. Setiap gerakannya tampak elegan, seolah dia selalu dalam keadaan seimbang dan selaras. Nama perempuan itu Warda.

Warda mengawali paginya dengan menapak jejak melewati pematang sawah. Dia bekerja di salah satu perusahaan pengolahan sampah, yang dekat dengan desanya. Warda adalah perempuan pekerja keras. Dengan satu harapan pasti dalam benak, dia selalu memulai hari dengan semangat.

Dari kejauhan, Warda sudah mampu mendengar suara jeritan mesin-mesin pengolahan sampah. Pagi hari di pabrik adalah saat-saat yang paling sibuk dan penuh aktivitas. Bau mesin dan asap rokok bercampur menjadi satu aroma yang khas di udara. Deru mesin-mesin yang berputar dengan cepat terdengar seakan-akan mengisi seluruh ruangan. Para pekerja berseragam biru tertilik sibuk bergerak ke sana kemari, menyiapkan peralatan, mengawasi mesin, dan memulai produksi. Semuanya bergerak begitu cepat dan teratur, seakan-akan berada dalam sebuah orkestra besar yang bermain musik industri.

Energi dan semangat para pekerja terasa sangat tinggi. Mereka siap memenuhi target produksi dan memberikan hasil terbaik bagi perusahaan. Suasana pabrik di pagi hari benar-benar membawa semangat dan kegigihan yang membara, seakan-akan mengingatkan kita bahwa setiap detik berharga dan harus dimanfaatkan secara maksimal.

Warda menyapa sekeliling saat tiba di pabrik. dia memakai perlengkapan kerja, arkian memulai tugasnya. Mesin pemadat sampah terpapampang nyata dihadapannya. Warda bergegas mengaktifkan mesin, memulai kinerja mesin besi itu.

Warda dengan sigap memasukkan kantung plastik berisi sampah ke dalam mesin. Semua benda terkumpul menjadi satu arkian tertarik ke dalam ruang pemadatan dengan sistem conveyor belt. Bunyi benturan sampah dengan mesin terdengar garang, sampah behasil mampat dengan sempurna. Ukurannya menjadi sepertiga dari volume semula, arkian dipindahkan ke dalam mesin pengangkut sampah yang lebih besar.

Atmosfer ruangan yang panas memaksa bulir keringat menghujani wajah para pekerja. Wajah halus Warda kini terlukis bercak hitam bekas sampah yang dia angkut. Walakin keringat telah menggenangi lehernya, dia tetap terlihat menawan. Rambutnya yang panjang dan lembut tergerai di sekitar bahu, dan matanya yang indah terus fokus pada tugasnya.

Waktu terus berputar, melahap tiap detik peristiwa. Sang surya kian tinggi, mengenyahkan sinar fajar yang lembut di kulit. Udara pagi yang sejuk dan segar berubah menjadi lebih hangat dan terasa lebih berat di atas kulit. Suara burung-burung yang ramai di pagi hari mulai mereda, dan suara kendaraan dan kegiatan sehari-hari menjadi lebih terdengar jelas.

Warda mendudukkan tubuhnya sejenak. Dia melepas helm penutup kepala, arkian mengibaskan ke wajahnya berulang kali. Dia sudah mendengar kabar bahwa pemilik perusahaan akan datang meninjau kinerja para pekerja. Warda selalu cuek, toh dia selalu giat bekerja tiap harinya.

Hingga sepersekian detik kemudian, terdengar suara riuh di luar pabrik. Para buruh berlarian keluar, hendak menyambut manusia yang menggaji mereka selama ini. Mereka telah lama memendam perasaan, sekaligus ingin mengungkapkan keinginan dan masalah mereka. Ketika mobil pemilik perusahaan akhirnya tiba, buruh-buruh memenuhi lapangan dengan antusiasme dan kegembiraan yang luar biasa. Mereka menatap pemilik perusahaan dengan mata yang berbinar-binar, seolah-olah mereka telah menunggu momen ini sepanjang hidup mereka.

Warda terbujur kaku menatap seorang pria yang berdiri kokoh di samping pemilik perusahaan. Wajah pria tampan itu memiliki rahang yang kuat, dengan hidung mancung. Matanya yang tajam dan intens membuat siapa pun yang memandangnya merasa terpikat, juga enggan melepaskan pandangan dari dirinya. Kulitnya terlihat halus, pastilah dia anak orang kaya, bukan buruh seperti Warda.

Pria tampan itu mengukir senyum pada bibir merahnya, gigi putih dan rapi memancarkan pesona yang sulit diabaikan. Pria ini juga memiliki postur tubuh yang tinggi, dengan bahu yang lebar dan dada yang bidang, membuat netra milik Warda enggan untuk beralih. Warda yang merasa gugup memilih untuk kembali menata tugasnya bersama mesin pemadat sampah.

Warda merasakan hal aneh dalam dirinya. Dia kehilangan focus dalam bekerja, hingga sampah-sampah tercecer ria di sekitar mesin.

“Pria itu benar-benar merusak hariku,” ucapnya sambil memungut sisa-sisa sampah.

“Itu adalah mesin pemadat sampah,” ucap seseorang dari kejauhan, membuat Warda mencari sumber suara.

Sepersekon kemudian, dia terbelalak kaget. Kedua netranya menangkap pria pemilik perusahaan bersama pria perusak fokus yang tengah menyaksikan kinerjanya. Warda benar-benar gugup. Pikirannya kacau, namun dia berusaha keras mencari fokusnya.

Hingga suatu hal yang tak terduga, pria tampan itu berjalan ke arahnya. Warda bisa merasakan detak jantungnya makin cepat. Dia merasa tidak nyaman dengan situasi ini, tetapi sekaligus juga terpesona dengan pria tampan yang ada di depannya. Dia mencoba untuk memperbaiki posisinya, menarik napas dalam-dalam, dan mencoba tersenyum. Namun, senyumnya terlihat canggung dan tidak meyakinkan. Warda masih gugup, berharap bahwa pria itu tidak bisa membaca perasaannya yang bergejolak di dalam hati.

*TAMAT*



Baca kelanjutan kisah mereka dalam cerpen: Bunga Sempurna

WARNING!

Menciptakan sebuah karya adalah hal yang melelahkan. Dibutuhkan imajinasi dan keahlian yang terkadang menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Dimohon untuk menghidupkan rasa kemanusiaan yang tersimpan di dalam diri agar tidak mengcopy dan menjiplak apapun tanpa izin dari penulis. Mari bersama-sama mendukung ekosistem kepenulisan yang baik di tanah air. Terimakasih.

TTD

Van Raja

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konstruksi Sistem: Pengertian, Tujuan, dan Langkah-Langkah

(CERPEN) Senja di Angkringan

Nyanyian Lampu Merah

Kotak Langganan Email

Nama

Email *

Pesan *