19 Tahun

Contoh cerpen inspiratif

Sang bulan telah menyinggir di awang-awang dengan agam. Pendar rembulan yang asak memancarkan bayan, mengakuri langit malam. Lihat  lansekap keelokan alam yang tersembunyi di sekitarnya. Gegana malam yang sejuk menyelimuti seluruh tempat, menggarap ketenangan batin tiap insan. Desiran angin membuat daun-daun ingang-inggung, bahananya terdengar seperti lagu yang menenangkan jiwa. Dari kejauhan juga merebak suara jangkrik yang mengiringi kelengangan malam.

Suasana perkotaan tampak tenang, bak dunia dari dimensi divergen. Lampu-lampu di tepi jalan kian terang, memamerkan warna yang indah. Gedung-gedung tinggi bak menara yang menjulang tinggi ke langit, tampak memelikkan. Ditambah binar silau puaka netra. Sementara itu, pada sudut-sudut jalan, pedagang kaki lima terlihat sibuk dan semarak. Tiap-tiap pengasong  mengijabkan incaran konsumsi yang eco kepada pengunjung yang lewat. 

Pada salah satu gedung pencakar langit, tertilik tatapan sendu seorang wanita dari lantai 25. Rambutnya panjang, tergerai anggun di sekeliling bahunya. Wajahnya berbentuk oval dengan kulit eksotis yang sangat feminin. Matanya berwarna coklat kehijauan, dengan bulu mata yang lentik, memberikan pandangan yang tajam penuh arti. Bibirnya yang berwarna merah muda, menggoda dan sensual, memberikan kesan yang menawan. 

Wanita itu fokus menatap lansekap ibukota di malam hari, sembari kedua tangannya menjamah secangkir kopi di pangkuannya. Bibir ranumnya mengukir senyum manis, mendoktrin lengkungan indah bak permata. Sungguh keelokan yang begitu memukau, seperti cahaya dari dalam dirinya. Dalam kesederhanaan senyumnya, ia telah berhasil menangkap hati setiap orang yang melihatnya.

Sepersekian detik waktu berlayar, wanita itu meraih sebuah buku kecil dengan sampul pink. Dia asyik menggelegak, menggegarkan pena bertinta biru pada permukaan kertas. Sesekali dia tertawa, sembari matanya menelaah kata demi kata dari tulisanya.

“Menuju 19 tahun,” ucap wanita itu sembari menggoreskan pena di buku. Huruf demi huruf tertulis dengan menawan, menandakan bahwa wanita itu lulusan seni di salah satu universitas terbaik tanah air.

“Jane Wasandri”

Nama Wanita itu Jane Wasandri. Nama yang unik. Jane berarti “Tuhan Yang Maha Esa”, dan Wasandri berarti seseorang yang mandiri dan bebas. 

“Bagaimana mungkin kamu melewatkan kejadian yang besar ini? Lihatlah bagaimana kamu duduk konyol di depan jendela, tanpa menyandingkan suatu hal,” lanjut Jane pada buku kecilnya. Terdengar aneh.

“Sisa waktu tinggal 30 menit, bahkan bahan evaluasi saja belum kamu dapatkan. Apakah ini efek dari terlalu banyak dosa? Ayolah, kamu tidak terlalu buruk selama setahun ini. Lihat bagaimana usaha keras yang kamu lakukan sehingga berhasil meraihnya,” lanjut Jane pada buku kecilnya sambil mulutnya komat-kamit.

“Kamu harus bisa melupakan kejadian buruk masa lalu. Hilangkan perasaan terhadap Rangga yang bejat itu. Tolong tenggelamkan kalimat sampah dari orang lain terhadap dirimu. Coba lihat, kamu bukan pelaku di sana,-“

Jane mengomidikan kegiatannnya sejenak. Netranya merilis air mata, sembari kedua tangan mengusap kedua bola matanya.

“Waktu tinggal sepuluh menit lagi, dan kamu sudah menampilkan segala yang ada. Angkat dagumu dan lihat jauh ke depan. Fokus menatap kemungkinan, dan keluarkan ragam jalan postif untuk memecahkannya,-“

“Kamu telah siap. Aku mampu merasakannya di hatimu. Kamu mulai tersenyum sambil sesekali mengusap air mata. Kamu harus semangat menjadi dewasa.”

Waktu melanglang begitu acap. Jane memisit jam yang tersemat di abar-abar kamar. Waktu pergantian jati diri sisa 30 detik.

Sepersekon kemudian, Jane melangkahkan kaki ke sembarang tempat. Meraih beragam barang, hingga akhirnya menyusunnya pada meja kecil berwarna putih. Semua terlihat indah, bersanding satu sama lain dalam balutan keceriaan.

Jane melirik ke arah jam yang tertancap gagah di dinding. Sisa sepuluh detik lagi menuju pergantian hari.

“10…9…8,” ucap Jane sambil memejamkan kedua matanya.

“7…6…5…” Jane membuka matanya dan mengambil posisi yang sopan. Dengan meneguhkan seluruh hati dan pikirannya, ia mulai melafalkan doa-doa, berterima kasih pada Sang Pencipta atas usia baru yang telah diberikan.

“2…1…” Setelah pergantian hari terjadi, Jane membuka matanya dan meniup lilin pada sepotong kue di hadapannya. Ia berhasil meraih usia 19 tahun.

*TAMAT*



Baca Juga: Behind The Cupboard

Baca Juga:(CERPEN) Dia Bukan Ibuku


WARNING!

Menciptakan sebuah karya adalah hal yang melelahkan. Dibutuhkan imajinasi dan keahlian yang terkadang menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Dimohon untuk menghidupkan rasa kemanusiaan yang tersimpan di dalam diri agar tidak mengcopy dan menjiplak apapun tanpa izin dari penulis. Mari bersama-sama mendukung ekosistem kepenulisan yang baik di tanah air. Terimakasih.

TTD

Van Raja


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konstruksi Sistem: Pengertian, Tujuan, dan Langkah-Langkah

(CERPEN) Senja di Angkringan

Nyanyian Lampu Merah

Kotak Langganan Email

Nama

Email *

Pesan *