Apa itu Illusory Truth Effect?
Dalam era informasi yang penuh dengan gempuran data dari berbagai sumber, sering kali kita mendapati diri kita percaya pada informasi yang telah kita dengar berulang kali, tanpa mempertanyakan validitasnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah "Illusory Truth Effect". Meskipun kita cenderung menganggap diri kita sebagai individu yang kritis dalam memproses informasi, ternyata kita memiliki kecenderungan untuk lebih mudah mempercayai informasi yang sudah kita kenal sebelumnya.
Illusory Truth Effect adalah fenomena psikologis yang menggambarkan kecenderungan manusia untuk lebih mudah mempercayai informasi yang sudah pernah didengar sebelumnya, tanpa mempertimbangkan sejauh mana informasi tersebut benar atau tidak. Illusory Truth Effect juga dikenal sebagai Efek Kebenaran Palsu.
Konsep Illusory Truth Effect pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Edward J. Shaffran dalam penelitian yang ia lakukan pada tahun 1977. Dalam studinya, Shaffran membuktikan bahwa informasi yang diulang-ulang kepada individu cenderung diterima dengan lebih baik dan dianggap lebih benar, bahkan jika informasi tersebut pada awalnya mungkin diragukan.
Penting untuk menggali lebih dalam tentang mekanisme dasar yang membentuk Illusory Truth Effect ini. Ketika kita pertama kali menghadapi informasi baru, pikiran kita cenderung memprosesnya secara kritis. Namun, saat informasi itu diulang-ulang atau kita sering mendengarnya, hal itu memicu perasaan familiaritas. Kefamiliaran ini memberikan efek psikologis yang dapat membuat informasi tersebut terasa lebih aman dan diterima oleh otak kita.
Selain itu, kita juga harus mengingat bahwa Illusory Truth Effect bukan sekadar tentang mengingat informasi yang pernah kita dengar. Ini lebih tentang bagaimana pengulangan informasi dapat memengaruhi pandangan kita terhadap kebenaran. Meskipun kita mungkin memiliki keraguan awal terhadap informasi tertentu, pengulangan yang berulang-ulang dapat mengubah persepsi kita, mengarah pada pandangan yang lebih positif terhadap kebenaran informasi tersebut.
Sebagai contoh, bayangkan Anda mengunjungi berita palsu di media sosial yang mengklaim suatu peristiwa yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Pada awalnya, Anda mungkin meragukannya, mengingat sumber informasi yang tidak dapat dipercayai. Namun, jika Anda terus-menerus melihat berita tersebut muncul dalam umpan berita Anda atau didiskusikan dalam percakapan, efek kefamiliaran dapat berubah dari ketidakpercayaan menjadi penerimaan yang lebih mudah.
Penting juga untuk mencatat bahwa Illusory Truth Effect tidak hanya berlaku untuk informasi tertentu, tetapi dapat mempengaruhi persepsi kita terhadap berbagai hal, termasuk isu-isu politik, opini publik, dan penilaian pribadi. Pada level yang lebih luas, fenomena ini mencerminkan bagaimana pikiran manusia tidak selalu bekerja secara rasional, dan bahwa pengulangan informasi dapat memainkan peran besar dalam membentuk pandangan kita tentang realitas.
Mekanisme psikologis di balik Illusory Truth Effect memberi wawasan yang menarik tentang bagaimana pikiran kita berinteraksi dengan informasi yang telah diterima sebelumnya. Saat kita mendengar suatu informasi yang familiar, pikiran kita merespon dengan lebih efisien. Pengenalan informasi ini mengaktifkan jalur pemrosesan otak yang lebih cepat dan lebih otomatis, yang dikenal sebagai "proses fluens". Proses ini menghilangkan hambatan yang terlibat dalam pemrosesan informasi yang tidak dikenal atau baru.
Ketika informasi yang sama diterima berulang kali, pengalaman ini memberikan efek kedua. Selain memperkuat kefamiliaran, pengulangan juga memicu aktivasi lebih lanjut dalam otak. Ini mengarah pada perkembangan jaringan asosiatif yang lebih kuat antara informasi yang diulang-ulang dan penanda pengenalan di otak kita. Akibatnya, informasi tersebut menjadi lebih mudah diakses dalam memori jangka pendek kita, yang pada akhirnya membentuk pengalaman subjektif yang lebih nyaman dan akrab saat kita bertemu lagi dengan informasi tersebut.
Proses ini menciptakan perasaan "merasa tahu" yang menipu kita untuk percaya bahwa kita memiliki pemahaman yang lebih baik tentang informasi tersebut daripada yang sebenarnya. Kita mungkin tidak merasa perlu lagi untuk berpikir kritis atau menganalisis informasi lebih mendalam, karena kita sudah mengembangkan hubungan yang lebih erat antara informasi dan rasa akrab di dalam pikiran kita.
Sering kali, kita menemukan diri kita mengandalkan kefamiliaran sebagai penanda utama dalam pengambilan keputusan. Proses ini, yang sering disebut sebagai "shortcut mental", memiliki manfaat dalam situasi tertentu di mana kita perlu mengambil keputusan dengan cepat dan efisien. Namun, dalam konteks Illusory Truth Effect, mekanisme ini bisa menjadi perangkap. Kita menjadi lebih rentan untuk terperangkap dalam persepsi yang salah dan kepercayaan pada informasi yang mungkin tidak memiliki dasar yang kuat.
Dalam konteks ini, kefamiliaran merujuk pada lebih dari sekadar pengenalan atau pengetahuan tentang informasi tersebut. Ini juga mencakup aspek kenyamanan dan rasa akrab yang muncul karena paparan berulang terhadap informasi tersebut. Secara bersamaan, mekanisme psikologis ini mengilhami kita untuk mempertimbangkan dengan lebih mendalam bagaimana kita menghadapi informasi yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari kita.
Komentar
Posting Komentar