Analisis Mendalam Terkait Kemunculan Cancel Culture yang Menuai Kontroversi

Analisis Mendalam Terkait Kemunculan Cancel Culture yang Menuai Kontroversi

Perkembangan media sosial di belahan dunia memberi banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan sosial manusia seperti berinteraksi dengan lingkungan sekitar menjadi salah satu manfaatnya. Maka tanpa sadar, pengguna media sosial baik Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, dan yang lain semakin membludak. Bahkan laporan We Are Social mencatat jumlah pengguna media social di dunia mencapai 4,2 Miliar pada Januari 2021. Sangat fantastis!

Akan tetapi sebagaimana lazimnya, segala hal yang diciptakan pasti memberikan pengaruh positif dan negatif. Termasuk perkembangan media sosial yang dalam progresnya menemukan ragam fenomena baru, dan cancel culture adalah salah satunya.

Apa itu cancel culture? 

Baiklah, kamu akan temukan jawabannya di sini!


Pengertian Cancel Culture

Cancel culture adalah formulasi penolakan dan pemboikotan seorang publik figure yang dilakukan oleh pihak yang menaungi atau bekerja sama dengannya, dan pemboikotan oleh para penggemarnya. Korea Selatan sangat terkenal dengan aksi cancel culture, karena dunia hiburan di negeri gingseng tersebut sangat tegas.

Bila melansir dari dictionary.com, cancel culture adalah sebuah praktik yang sedang populer di media sosial dengan berusaha mengumpulkan dukungan untuk melakukan cancel seseorang yang dianggap melakukan kesalahan dan harus dienyahkan. Lazimnya cancel culture dialami oleh publik figure, youtuber, dan politisi. 

Pelaksanaan cancel culture harus dengan kolektif dengan dalil menerima konsekuensi bersama. Secara kesatuan harus mampu bekerja sama untuk meng-cancel dan mengabaikan seseorang yang secara harafiah tak layak untuk dipandang.


Penyebab Cancel Culture

Penyebab cancel culture adalah ketidakcocokan kualitas seseorang terhadap nilai-nilai budaya yang berlaku dalam kelompok. Hal ini berarti, semakin seseorang jauh dari nilai-nilai budaya kelompok, semakin besar peluangnya menjadi korban cancel culture. Dan berlaku sebaliknya.

Perkembangan media sosial saat ini mengajak kita ke dunia berbeda dan lebih nyata. Lewat video call kita dapat melihat wajah orang lain, atau fitur telepon untuk bercengkerama ria seolah-olah penerima panggilan berada di sebelah kita. Fenomena ini tampak sebagai aksi nyata dari media sosial dan dipaparkan lewat teori step-flow communication. 

Teori step-flow communication adalah penjelasan terkait ketidakmampuan informasi yang bersumber dari media sosial untuk menoreh capaian pemimpin opini secara langsung. Hal ini karena terjadi suatu kesalahan seperti misinformasi, hoax, dan ketidaktahuan atas sumber informasi yang valid. Sehingga saat informasi dibagi pada orang-orang minim literasi, dan si penerima menginterpretasi bahwa informasi yang diterimanya melanggar aturan dan norma, maka hal ini dapat memicu terjadinya cancel culture.

Ng (2022) mengungkap bahwa Twitter menjadi media sosial dengan tingkat penyebaran informasi yang paling cepat karena adanya menu trending topic. Selanjutnya ada Tumblr yang marak sebagai tempat praktik cancel culture, karena dapat dilakukan pengguna “anonim”. Biasanya “anonim” akan melakukan pencemaran dan mempermalukan pelaku agar segera dikenai sanksi hukum. Tentu cuitan “anonim” menuai pro dan kontra sehingga tak jarang ada perang komentar di komunitas online. 


Dampak Cancel Culture

Cancel culture berdampak positif sebagai bentuk hak seseorang dalam menyampaikan aspirasinya di media sosial. Seseorang dengan leluasa menyatakan kecemasan, rasa was-was, bahkan meminta kesedian tanggungjawab orang lain.

Namun dari sisi negatif, dampak cancel culture adalah mampu mempengaruhi dan menghancurkan hidup seseorang. Apalagi orang-orang yang menjadi pusat penyerangan cancel culture adalah pelaku pelecehan seksual, tindakan rasis, bullying, narkoba, dan kasus lain yang dinilai bertentangan dengan norma setempat. Dampak cancel culture adalah perasaan was-was, kehilangan rasa percaya diri, stress, bahkan depresi. Korban cancel culture akan diserang gangguan emosional mulai dari tekanan batin, perasaan bersalah, kesedihan, dan menutup diri. Bahkan ketika korban tidak mendapat penanganan dan berdiam dalam kondisi seperti itu berlarut-larut, tak jarang korban berujung bunuh diri.

Selain itu, dampak cancel culture adalah hancurnya karir seseorang. Fenomena ini sering terjadi dimana perusahaan yang menaunginya akan melakukan pemutusan ikatan kerja dan memasukkan korban ke black list.


Contoh Kasus Cancel Culture

Kasus KDRT Jhonny Deep. Kasus yang sempat heboh dan memicu kemarahan warganet ini membuat Jhonny Deep terpaksa mundur dari proyek film terbarunya. Sidang kasus KDRT oleh Jhonny Deep tak memakan banyak waktu, hingga akhirnya hakim memutuskan bahwa istri Jhonny Deep yang melakukan tindakan KDRT.

Kasus bullying yang dilakukan oleh Aktor Korea, Kim Ji Soo. Ji Soo terbukti melakukan bullying semasa sekolah yang membuatnya menerima kekecewaan dari para penggemar. Ia juga terpaksa putus kontrak dengan agensinya dan harus mengganti kerugian yang dialami oleh perusahaan drama terakhir yang dibintanginya.

Contoh kasus cancel culture

Kasus perselingkuhan dan pelanggaran protokol covid-19 oleh Aktor Korea, Kim Min Gwi. Akibat dari kasus tersebut, ia dengan sengaja dihilangkan dari layar drama dan hanya terdengar voice saja.

Kasus pelecehan seksual Gofar Hilman. Penyiar radio dan Youtuber itu diberitakan terjerat kasus oleh pengakuan salah satu korban yang disusul pengakuan oleh korban-korban yang lain. Akibatnya Gofar terpaksa out dari perusahaan yang dikelolanya.

Kasus pelecehan seksual anak di bawah umur oleh Saipul Jamil yang membuat masyarakat bermai-ramai mengeluarkan petisi boikot.

Kasus perselingkuhan Ahmad Dhani dan Mulan Jameela yang membuatnya dipetisi boikot karena dinilai masyarakat sebagai tindakan publik figure yang tidak cocok.

Tagar uninstaltraveloka dan uninstalbukalapak viral di media sosial yang bertujuan memboikot perusahaan Traveloka dan Bukalapak. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan pendapat antara pemilik perusahaan dengan sekelompok media sosial.


Kesimpulan

Fenomena cancel culture turut berkembang seiring bergulirnya zaman. Korban cancel culture tidak semata-mata menjurus pada manusia, tetapi juga perusahaan. Sebagai seorang publik figure tentu harus mampu jaga sikap karena menjadi tontonan masyarakat luas. Dan sebagai netizen juga harus bijak dalam bersikap dan menjaga ketikan di media sosial. Dengan penerapan kaidah ini tentu fenomena cancel culture dapat dihindari. Dan pastinya juga harus berkaca dan beracuan pada kondisi yang ada.

Well, sekian pemaparan saya terkait Cancel Culture. Semoga menambah wawasan kamu, ya!


Baca Juga : Ekonomi Indonesia Rasa Jakartasentris: Salah Siapa?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selumbari untuk Lusa

Anak F

Nyanyian Lampu Merah

Kotak Langganan Email

Nama

Email *

Pesan *