Eknomi Indonesia Rasa Jakartasentris: Salah Siapa?
Kemajuan zaman dalam menanggapi setiap permasalahan merebak ke banyak sektor. Tak melulu perihal kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun juga sektor lain khususnya ekonomi. Perkembangan itu nyata dan dapat ditafsirkan secara individu sebagai indikasi peristiwa kecerdasan manusia. Dan perkembangan itu jugalah merajai negara kita Indonesia.
Seiring berkembangnya zaman hingga saat ini- dimana manusianya dikenal sebagai generasi Z, Indonesia lambat laun dan secara pasti menunjukkan eksistensinya. Berbagai perubahan cukup tinggi menjadi bukti bagaimana perkembangan ekonomi itu terjadi. Mulai dari advanced robotics, AI, IoT, Mainframe to cloud computing, database analytic, 3D Printing, dan masih banyak lagi.
Progres yang berhasil ditangkap pemerintah mendorong berbagai pemangku kepentingan untuk bertindak sigap dan beradaptasi dengan cepat. Hal ini juga bertujuan dalam memanfaatkan peluang yang ada. Tentu dibutuhkan pula agility yang tepat dalam menjalankan tiap prosesnya sehingga mampu mempertahankan dan mengembangkan yang eksis.
Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Indonesia meraih banyak kemajuan dalam bidang ekonomi sejak 3 tahun belakangan ini. Apalagi setelah suksesnya forum kerjasama multilateral yaitu G20 pada November tahun lalu di Bali. Bapak Presiden juga menambahkan bahwa peringkat daya saing global negara Indonesia mengalami peningkatan menjadi peringkat 36 dari 137 negara.
Hal itu tentu menjadi salah satu bukti perkembangan negara Indonesia bidang ekonomi. Saya menyorot perkembangan ekonomi sebab kita tahu bersama, bahwa sektor ekonomi mempengaruhi banyak sektor dalam kehidupan bernegara.
Akan tetapi pada praktik di lapangan, ternyata stigma Jakartasentris masih merebak di berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Jakarta yang notabene adalah kota metropolis yang sangat luas dan sangat sibuk kerap menjadi anak emas dalam proses pengembangan negeri ini. Bahkan tak salah jika menyebut ekonomi Indonesia rasa Jakartasentris. Lantas apakah statement itu salah?
Jakartasentris adalah sebuah istilah yang menggambarkan bagaimana kota Jakarta mendominasi banyak aspek-mulai dari sosial, budaya, ekonomi, politik, dan industri hiburan- di Indonesia yang memiliki ketimpangan dengan daerah lain. Jakartasentris dinilai sebagai salah satu kesalahan dunia jurnalis di tanah air karena mereka cenderung menginformasikan dan meliputi banyak hal di Jakarta. Bahkan jika kita menilik dari kajian CIPG tahun 2013, ada lebih dari satu per tiga konten penyiaran di Indonesia mengenai Jakarta. Tentu hal ini mengakibatkan minimnya informasi masyarakat terkait peristiwa yang terjadi daerah-daerah karena tertutup oleh segudang informasi yang menyorot Jakarta.
Konsentrasi Pengembangan Ekonomi Masih Jakartasentris
Dari sisi ekonomi, BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal II-2022 tumbuh 5,44% secara tahunan (year on year/yoy). Kepala BPS Margo Yuwono mengungkap bahwa ekonomi Indonesia masih terkonsentrasi di Jawa, dengan sumbangan terhadap ekonomi Indonesia 56, 66% dan pertumbuhannya 5,66%. Mengutip dari pedoman Bengkulu, 50% sampai 70% dari perputaran ekonomi sebesar Rp.11.500 triliun berputar di Jakarta. Tentu hal ini berpengaruh besar terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Konsentrasi pembangunan ekonomi di Jakarta menampilkan ketimpangan yang nyata dengan daerah khususnya pulau Jawa. Sigit Haryadi dalam "Indeks Haryadi dan Penerapan di Ilmu Hukum, Sosiologi, Ekonomi, Statistik, dan Telekomunikasi" memaparkan bahwa tidak ada kesetaraan pembangunan Indonesia karena terlalu bertumpu pada “Jakartasentris” yang menyebabkan pendapatan per kapita Jakarta jauh di atas rata-rata, yaitu sebesar tiga belas kali lipat dibanding pendapatan per kapita provinsi terendah yaitu Nusa Tenggara Timur.
Hal ini terlihat dari banyaknya sektor perekonomian yang saat ini masih berpusat di Jakarta saja. Mulai dari media massa, otomotif, industri, hingga properti. Bahkan sebanyak 45% investasi asing dari total investasi asing secara nasional berpusat di Jakarta. Keuntungan ini berpotensi menjadikan Jakarta sebagai kota internasional. Ditambah dengan adanya fasilitas publik berskala internasional seperti Bandara Soekarno Hatta, Pelabuhan Tanjung Priok, Institusi dan Lembaga Pemerintahan, rumah sakit, dan kantor pusat perusahaan multinasional.
Tantangan Pemerintah dalam Pemerataan Ekonomi ke Daerah
Indonesia sebagai negara besar mempunyai power ekonomi yang berdaya untuk dikembangkan. Seandainya berkaca dengan Cina yang berhasil memanfaatkan power ekonomi dengan membangun 4 Bursa Efek dan 7 Bursa Efek Berjangka dalam 6 tahun secara nasional, mungkin status ekonomi Indonesia bisa lebih baik. Namun Indonesia tidak bisa berbuat banyak karena pembangunan dan pengembangan ekonomi masih bersifat Jakartasentris. Hal ini terbukti dari jumlah peredaran uang yaang mencapai 70% di Jakarta dari total nasional jumlah uang yang beredar.
Indonesia terlalu lamban dalam mengatasi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang tidak merata ke seluruh provinsi. Mohamad Samsul dalam "Pasar Modal dan Manajemen Portofolio" menyatakan bahwa otonomi daerah yang benar hanya diberikan kepada Provinsi Aceh dan Papua yang berkesempatan untuk mengalami kemajuan lebih cepat. Otonomi daerah lainnya masih bersifat semu yang tampak dari hasil pungutan pajak yang masih harus disetor ke Pusat dan dikembalikan hanya sebagian kecil ke daerah. Otonomi semu hanya menciptakan keterlambatan dan ketertinggalan pembangunan ekonomi daerah dibanding pusat. Sepertinya negara kita perlu ambil kelas pelajaran ekonomi dari Cina.
Melakukan perwujudan sistem ekonomi yang merata di seluruh daerah di Indonesia menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Pemerataan eknomi di wilayah negara yang luas dengan ribuan pulau dan banyak keragaman SARA tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini menjadi challenge khusus yang rumit dan kompleks.
Adisasmita (2011) menyatakan bahwa ada perbedaan pola pengembangan wilayah negara kepulauan dan negara satu daratan. Pengembangan negara kepulauan lebih kompleks sebab membutuhkan perencanaan besar untuk mengeluarkan ragam kebijakan dengan tujuan pembangunan jaringan antar wilayah.
Selain itu, isu pembebasan lahan juga menjadi tantangan berat yang diemban pemerintah, khususnya dalam pembangunan infrastruktur. KPPIP menyebut isu pembebasan lahan menyumbang 30% dari seluruh masalah pembangunan infrastruktur. Padahal pembebasan lahan menjadi langkah awal sehingga pembangunan dapat terus dilanjutkan.
Hal lain yang tak kalah penting adalah strategi pemerintah dalam mengelola aktivitas urbanisasi. Pengelolaan ini berdampak pada peningkatan angka demografi. Dengan melakukan pemanfaatan ruang yang baik, tentu konflik ruang tidak akan meningkat seiring berjalannya waktu. Dilansir dari situs resmi ugm, terdapat 15.525 kasus konflik ruang yang terjadi antara tahun 2015-2018 dan sekitar 20.000 desa pada kawasan hutan dan perkebunan besar tak mampu melaksanakan kewenangan terutama dalam pembangunan infrastruktur. Ini menjadi tantangan pr pemerintah dalam memeratakan pembangunan dan mengatasi stigma Jakartasentris.
Proyek Strategis Nasional (PSN) Sebagai Upaya Pemerintah dalam Pemerataan Ekonomi ke Daerah
Pemerintah tengah gencar-gencarnya melaksankan berbagai kebijakan dalam rangka melakukan peningkatan aktivitas ekonomi yang konsisten meningkat, mengatasi kesenjangan wilayah, serta menciptakan terobosan baru guna pembangunan dan peningkatan ekonomi. Salah satunya adalah kebijakan Proyek Strategis Nasional (PSN).
PSN adalah proyek berinvestasi tinggi yang mempunyai dampak terhadap perekonomian secara luas, mulai dari sektor pelabuhan, kereta api, jalan, bandara, bendungan, energi, listrik, dan telekomunikasi. Menurut Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2022, Pemerintah sedang berfokus pada penyelesaian 200 PSN dan 12 PSN dengan nilai investasi bernilai 5.481,4 T yang mencakup seluruh daerah di tanah air.
PSN berfokus pada peningkatan pemerataan ekonomi, pembangunan infrastruktur fisik, penyediaan pangan, pengembangan perbatasan, pengembangan teknologi dan pendidikan. PSN terbukti manjur dalam sektor ketenagakerjaan karena mmpu menyerap sekitar 1,95 juta tenaga kerja. Upaya pemerataan pembangunan yang dilakukan pemerintah lewat PSN dinilai sebagai langkah yang tepat. Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, Sri Adiningsih dalam wantimpres mengungkapkan bahwa tindakan pemerintah dalam pemerataan pembangunan dengaan infrastruktur fisik, peningkatan kualitas SDM, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat menjadi trik paling tepat.
Ekonomi Jakartasentris: Salah Siapa?
Fenomena Jakartasentris pada perekonomian Indonesia tak terlepas dari peran pemerintah yang lamban dalam melakukan pemerataan ekonomi. Lantas, apa dengan begitu kita bisa menyalahkan pemerintah dengan munculnya fenomena Jakartasentris? Jawabanya adalah sangat tidak pantas. Pemerintah tidak bersalah atas fenomena tersebut.
Coba lihat pembahasan saya di awal, bahwa Indonesia adalah negara besar dengan ribuan pulau dan keberagaman dalam banyak aspek, mulai agama, suku, ras, kebudayaan, hingga adat istiadat. Ditambah dengan kualitas sumber daya manusia yang belum mumpuni menjadi pr besar bagi pemerintah dalam melakukan pemerataan ekonomi saat ini. Namun yang pasti, pemerintah sudah gencar melaksanakan pembangunan ekonomi ke daerah-daerah lewat variasi cara.
Salah satunya adalah pembangunan kota-kota di luar Pulau Jawa melanjutkan RPJMN 2015-2019 yang mana sudah berhasil membangun fondasi kokoh pembangunan, serta lebih produktif dan merata. Fondasi pembangunan Indonesiasentris, bukan Jakartasentris.
Pemerintah juga seoptimal mungkin menyalurkan program dana desa guna pembangunan infrastruktur dan peningkatan taraf hidup masyarakat daerah. Pembangunan jalan tol Trans Sumatera menjadi bukti nyata kepedulian pemerintah dalam pemerataan pembangunan. Pemerintah menyadari pentingnya jalan tol sebagai jalur logistik guna menunjang pekembangan ekonomi. Pembangunan infrastruktur fisik tersebut sejalan dengan program peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Misalnya saja Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat.
Kesimpulan
Dari pemaparan saya terlihat bahwa fenomena Jakartasentris tidak disebabkan oleh pihak manapun, melainkan sebuah masalah yang muncul dari kesalahan kita bersama karena belum mampu memaksimalkan kualitas diri sebagai warga negara. Terlepas dari siapa yang salah dan siapa yang paling salah, mari bersama-sama mendukung pemerintah dan tidak menjadi penghalang dalam proses pembangunan ekonomi nasional. Hingga pada tahun yang belum dapat dipastikan, Indonesiasentris akan terucap oleh lidah.
Well, sekian pemaparan opini saya terkait Jakartasentris dan hubungannya dengan perekonomian Indonesia. Semoga menambah wawasan kalian, ya!
Komentar
Posting Komentar