Selumbari untuk Lusa
Di bawah rinai hujan, aku terpaku menyaksikan sosoknya berlari cergas. Wajahnya merekah adiwarna, rambut pendeknya terurai pendar, berpadu ayu dengan ribuan rintik. Aku mengawat payung dengan jemari ragu. Haruskah aku melindunginya dari hujan, atau membiarkannya menari bebas bersama dunianya? Ternyata, pertembungan ini lebih dari sekadar hujan. Ya, caraku memahami kebahagiaan, keberanian, dan rasa ingin tahu, yang nyatanya tak pernah terjawab hingga cerita ini berakhir. Meski jam dinding kantor telah menunjukkan pukul lima sore, aku masih tenggelam dalam kesibukan. Data-data di layar laptop seperti tak ada habisnya. Jemariku menari lincah di atas keyboard, mengetik angka, kata, dan formula yang seakan berpadu dalam simfoni kerja. Sesekali aku mengalihkan pandangan, menyapa rekan kerja yang mulai meninggalkan ruangan. “Jangan ketiduran di kantor, Bari!” goda mereka sebelum menutup pintu. Aku hanya tersenyum kecil, lalu kembali fokus ke layar laptop. Proyek yang aku kerjakan tida